NASKAH MONOLOG

MINUM PAGI DI KUBURAN
Karya Dharminta. S

Selamat pagi...Bagaimana pagi ini? Apa saudara-saudara sudah minum pagi sebelum kemari? Secangkir kopi mungkin.Yah, secangkir kopi atau secangkir teh merupakan tradisi kita menyambut pagi setiap hari. Atau, saudara-saudara punya kebiasaan lain menyambut pagi? Hati-hati dengan kebiasaan saudara saudara, apalagi kalau kebiasaan itu tidak lazim, bisa-bisa saudara-saudara akan dianggap tidak lazim alias.......

(TERTAWA).

Jangan tersinggung karena saya tertawa, semuanya lumrah saja. Ada yang suka minum kopi, minum teh, ataupun tidak minum apa-apa, semuanya lumrah.

Bicara mengenai minum pagi, kita harus benar-benar memperhitungkan tempat dimana kita minum kopi,  apakah di ruang tamu, di ruang makan, atau di teras rumah. Masalah tempat minum pagi ini sangat penting, coba kalau kita punya kebiasaan minum pagi di kamar tidur atau di WC misalnya, kan berabe. Jelas kedua tempat tersebut tidak lazim dan sangat tidak nyaman. Tempat tidur ya......untuk tidur, apalagi kalau WC, walaupun sebahagian seniman pada ngaku kalau WC merupakan tempat paling nyaman untuk mendapatkan inspirasi, tapikan kasusnya berbeda.

Kalau saya lebih suka minum kopinya disini, ya...di sini. Disini terkadang bisa terasa lebih nikmat, karena suasana yang tenang dan damai...Percayalah, saudara-saudara se-sekali boleh mencoba minum kopi disini, dikompleks perkuburan ini. Benar...dimana lagi tempat yang paling tenang kalau bukan disini.

Ketenangan sangat diperlukan setelah kita bangun pagi, Saudara-saudara, sebahagian orang mungkin minum kopi pagi ditemani juga oleh koran pagi, atau sambil mendengarkan berita-berita terkini, baik berita di TV maupun di Radio. Kalau pengusaha biasanya minum kopi atau teh sembari membaca koran bisnis, kalau politikus biasanya membaca koran....

(BERPIKIR)

koran apa ya..........tapi kalau saya............jarang baca koran, jangankan setiap pagi, sekali sebulan saja jarang.

Menurut Mantri Johan di desa saya. Ini bukan menurut saya lho...............Katanya sehabis bangun tidur, kita janganlah memaksakan diri untuk mendengarkan apalagi membaca berita-berita, atau isu-isu di koran-koran atau menonton gosip-gosip, ataupun berita-berita kriminal di TV, karena tidak baik terhadap keseimbangan jiwa kita, menurut Mantri Johan sih, agar hidup tidak melelahkan dan pagi anda lebih indah.

Orang yang mati dikuburan ini misalnya, umurnya masih muda ketika meninggalkan dunia ini. Orang ini mati ketika sedang minum kopi dipagi hari, Ooo orang ini mati bukan karena minum kopi, tapi meninggal setelah mendengar berita pagi di TV mengenai keuangan negara Amerika yang jatuh, ini benar, saya tidak bohong. Kabarnya orang ini dulunya orang kaya, banyak usahanya, menurut cerita orang-orang kampung, orang ini tiba-tiba saja jatuh dari kursinya dan meninggal setelah mendengar kejatuhan keuangan Amerika di TV. Aneh ya, masalah keuangan Amerika yang jatuh  kok orang ini yang semaput. Makanya saya sarankan kepada saudara-saudara agar kalau minum kopi, ya dinikmati aja kopinya senikmat-nikmatnya, jangan minum kopi sambil baca koran atau nonton TV, entar semaput deh seperti orang ini. Bangun tidur kok langsung dihadapkan pada masalah-masalah, mana ada otak yang kuat.

Seperti saya misalnya walaupun menurut saudara-saudara kebiasaan minum kopi saya ini aneh, karena setiap hari minum kopi dikuburan, tapi otak saya selalu segar, karena saya benar-benar menikmati minum kopi pagi, tanpa harus mendengar cerita atau berita-berita yang membuat sakit kepala atau malah berita yang didengar punya potensi sakit jantung. Lho kok heran, aneh ya.............seorang penggali kubur seperti saya bisa ngomong seperti ini? Saya kan juga baca koran, nonton TV, eh,........ tapi tidak di pagi hari, ya.......agak-agak sianglah, ketika otak saya sudah benar-benar fress. Dan yang terpenting kalau tidak ada orang yang mati, karena kalau ada orang yang mati berarti itu jam kerja saya, rejeki saya. Orang yang matikan tidak tiap hari, jadi rugikan kalau rejeki saya hilang karena membaca koran atau nonton TV. Lho, kenapa saudara-saudara seperti tersinggung dengan perkataan saya, orang mati itu rejeki saya, karena saya ini penggali kuburan, kalau tidak ada orang mati, lalu saya harus menggali apa?, menggali parit, atau sumur? begitu maksud saudara-saudara. Saudara-saudara tahu? Orang-orang kampung di tempat saya tinggal sudah tidak ada lagi yang pakai sumur, semuanya sudah pakai ledeng. Lagian apa salahnya dengan pekerjaan yang saya lakoni ini. Kalau tidak ada saya, siapa yang akan menggali kuburan buat saudara-saudara ketika saudara-saudara mati nantinya. Lho....lho.....kok malah saudara-saudara malah marah, memangnya sampean-sampean akan hidup terus....tidak mati-mati begitu, enak benar. Kita itu pasti akan mati, kita hanya menunggu saja kapan maut itu datang. Ketika suadara-saudara mati nantinya saya....

(MENEGASKAN)

Saya yang akan menggali kuburan buat saudara-saudara dan itu berarti rejeki buat saya, buat keluarga saya, sehingga anak-anak saya bisa makan. Yang saya bicarakan ini kan logis, apa ada yang salah dengan ucapan saya

(HERAN).

Atau dengan pekerjaan saya? Tidak kan........ semuanya sesuai dengan aturan alam. Ketika saudara-saudara yang mati, itu berarti rejeki untuk saya....kalau saya yang mati itu rejeki penggali kubur lain yang menggali kuburan untuk saya. Saudara-saudara tidak boleh tersinggung kalau rejeki saya diperoleh dari kematian saudara-saudara. Begitu juga dengan orang-orang yang mengontrakkan tanahnya untuk kuburan saudara-saudara. Saudara-saudara harus bayar kontrakan tanahnya kalau mau lama dikubur, kalau tidak bayar kontrakan, ya dibongkar. Apa saudara-saudara mau kuburannya di bongkar? Yah........maklumlah jaman sekarang semua urusan dijadikan bisnis. Pendidikan, agama, informasi hingga kematian dibisniskan dan bisnis kuburan sekarang ini benar-benar menjanjikan keuntungan, karena orang mati pasti ada setiap hari. Apakah itu mati karena perang, tabrakan, dibunuh atau bunuh diri, seperti kata Mantri Johan..............kematian karena......karena......apa ya namanya......Akh ya......yu....yuman eror. Nah karena itu saya menekuni profesi penggali kubur sebagai langkah awal menuju pebisnis kuburan.
Selain bisnis mengontrakkan tanah untuk kuburan, bisnis berita kematian juga menjanjikan keuntungan, lihat saja berita pembunuhan berantai yang dilakukan oleh Riyan, seluruh TV-TV Swasta berlomba-lomba menayangkan berita pembunuhan Riyan, atau berita eksekusi Amroji dan Imam Samudra begitu heboh disiarkan di TV-TV. Padahal mereka-mereka itu melakukan pembunuhan lho.....he....he.....hidup ini memang aneh.....aneh.....aneh...........

(BERGUMAM, KEMUDIAN MULAI MENCANGKUL TANAH SAMBIL BERNYANYI).

Hidup sesudah mati........ benarkah
Mati ya mati................... benarkah
Hidup sekali berarti....... benarkah
Mati tiada berarti........... benarkah
Gali..........gali..........
Gali selagi hidup
Hidup untuk menggali
Apa yang di gali.........kenapa di gali.......gali selagi bisa menggali........
Sebelum hujan turun.......galilah gali...........kuburanmu sendiri.............
Haruskah kau gali sendiri
Gali...........gali...........teruslah menggali.......


SELESAI



NASKAH MONOLOG

Lakon Remaja
TERBELENGGU
Karya H. ADJIM ARIJADI



DALAM SEBUAH RUANG TENGAH YANG CUKUP MEWAH. ADA DUA PINTU YANG MENGHUBUNGKAN RUANG LAIN DAN KEHALAMAN LUAR. SATU PERANGKAT KURSI TAMU DAN SATU KURSI GOYANG DEKAT JAM DINDING.

SEORANG IBU TIDUR TERLENA DI KURSI GOYA
NG. JAM BERBUNYI 12 KALI. SEORANG AYAH MUNCUL DARI RUANG DALAM DALAM PAKAIAN TIDUR. SI AYAH TERUS SAJA MENENGOK KAMAR TIDUR ANAK-ANAKNYA, KEMUDIAN IA BURU-BURU MEMBANGUNKAN SI IBU YANG TERTIDUR DI KURSI GOYANG.

AYAH (Membangunkan Ibu)
Bu, hei, bangun.

IBU MENGGELIAT SAJA

AYAH
Astaga ? Hei, Bangun.

IBU
Ada apa pak ?

DENGAN RASA MALAS

AYAH
Katanya giliran jaga. Mana mereka, mana ?

IBU
Siapa ?

AYAH
Kurang ajar ! Masih juga bertanya ! Kemana mereka pergi ?

IBU
Siapa yang pergi ?

AYAH
Lihat di kamar tidurnya. Dan lihat pintu itu.

IBU
Asstgfirullah. Bangsat. Kurang ajar. Sundal !

AYAH
Yah. Menyumpahlah terus. Kalau anakmu itu seperti sundal, lalu engkau ibunya, apa nama nya ?

IBU
Mh! Maunya bertengkar saja. Yang penting bagi kita adalah mencarinya!

AYAH
Apa! Malam-malam begini, kau suruh aku mencarinya ? ini adalh tugas yang berjaga !

IBU
Kau kira, mereka itu Cuma anak ku sendiri ?

AYAH
Kalau begitu telepon polisi. Beri mereka uang. Perintahkan mereka untuk mencarinya.

IBU
Pak. Mereka adalah anak-anak kita dan kejadian ini masih dalam rahasia rumah tangga. Kenapa mesti memberi tahu polisi ?

AYAH            (Langsung Ambil Gagang Telpon)
hallo, ya…hallo. Selamat malam…… apakah benar di situ POS SEKTOR POLISI KECAMATAN ?......... terimakasih…….. begini pak…….. ya……. O, disini, nomor 68007. jalan james bond…….. apa ? ……oh, bukan. Jangan main-main pak. Saya bukan rooger more. Ini serius pak. Ya…….. apa? E, begini pak polisi. Dua orang anak gadis saya hilang…. Apa?..... oh, bukan. Bukan di curio rang. Tapi mereka pergi malam-malam, tanpa ijin kami orang tuanya…… tentu…. Ya? Hallo……. Begitu? Itu baik sekali pak. Silahkan ……..

(Tiba-Tiba Kedua Puteri Nya Muncul, Si Ayah Menyumpah Sedang Hubungan Telepon Belum Putus).

Bangsat ! jahannam !

(Baru Sadar Kata Kata Itu Sampai Ketelinga Polisi)

oh, maaf pak. Saya bukannya…….. yah. Maaf pak.

(Meletakan Gagang Telepon Dengan Cepat)

kurang ajar. Anak jadah!

IBU
Sudahlah pak. Yang penting mereka sudah kembli.

AYAH
Semua ini gara-gara engku sendiri. Salah didik!

IBU (EMOSI)
apa? Salahku? Akusalah didik?

AYAH
yah!

IBU
Lastari, nora, ayoh masuk kamar tidur. Ayahmu harus ku hajar sekarang juga. Harus ku beri pelajaran dia agar menjadi ayah yang baik.

LASTARI
Ibu. Tak baik rebut-ribut tengah malm begini.

NORA
Betul, yah. Nanti orang bilang, keluarga kita tak bermoral. Tak berpendidikan.

AYAH
Kurang ajar! Masih saja menasehati orang tua? Semua ini gara-gara kamu dan kamu dan ibu mu itu!

IBU
Diam! Mau menang sendiri! Lastari, nora, masuk kamar kataku.

AYAH
Dasar perempuan. Bikin pusing otak laki-laki.

IBU
Oh, kau salah kan kaum perempuan hah? Kalau bukan karena engkau, anak-anak yang kau katakana kurang ajar ini, tidak akan lahir ke muka bumi ini. Laki-laki maunya bikin anak melulu, tapi tidak pernah berbuat baik terhadap anak-anak.

AYAH
Apakah kau kira, aku sebagai laki-laki tidak bias mendidik anak-anak? Kalau saja tidak engku rusak system pendidikan ku, anak-anak kita ini tidak akan jadi sundal bolong.

LASTARI
Ayah menuduhku sundal bolong?

NORA
Saya tidak terima, saya akan adukan ayah ke polisi. Saya merasa terhina.

TERDENGAR KETUKAN DI DEPAN PINTU

IBU
Siapa ?

POLISI  (Suara Di Luar)
saya polisi.

IBU
Polisi?

AYAH
Siapa yang panggil polisi?

IBU
mh. Masih saja bertanya.

POLISI (Kembali Mengetuk Pintu)
boleh saya masuk ?

AYAH
Sebentar!

IBU (Setengah Berbisik)
saya sudah sarankan agar urusan keluarga jangan di tangani polisi. Memalukan.

POLISI LEBIH KERAS MENGETUK PINTU

IBU
Ya! Baik saya akan persilahkan polisi itu masuk.

SEGERA MENUJU PINTU

POLISI
Selamat malam.

IBU
Selamat malam. Silahkan masuk.

(Polisi  berada di ruangan tamu. Di pandangin satu persatu dari ayah, ibu, kemudian nora dan lastari)

Dan kau berdua, memang betul tidak di rumah?

LASTARI
Betul pak. Sedang keluar.


AYAH
Bukan main, jaman terlalu moderen, seorang anak sudah berani menuntut ayahnya di depan pengadilan.

NORA
Kata-kata ayah sangat menghina saya, kata-kata itu sama saja dengan memperkosa kegadisan saya.

AYAH
Percuma saja bangku sekolah, kalau tidak bias membedakan antara penghinaan dengan pemerkosaan. Memperkosa itu adalah merusak perawan perempuan, tahu?

POLISI
Kemana?

LASTARI
Kami akan menghadapi ujian pak, oleh karena itu, kami harus belajar bersama-sama teman.

POLISI
Di mana?

LASTARI
Di rumah teman.

POLISI
Dan tidak memberi tahu orang tua?

NORA
Untuk apa?

POLISI
Untuk apa? Begitu jawaban adik? Orang tua, adalah pengasuh mu, pendidik dan bertanggung jawab dalam segala hal.

NORA
Tapi, bila minta ijin pasti tidak akan di ijinkan pak.

POLISI
Tidak mungkin, untuk tujuan baik, orang tua pasti mengijinkan. Tapi apa benar, ibu melarang anak-anak keluar rumah?

IBU
Tiap malam saya harus jadi polisi seperti bapak, harus jaga dan sampai tertidur di kursi.

POLISI
Jaga dan tidur di kursi? Maksudnya menunggu anak-anak pulang dari belajar malam hari?

NORA
Bukan pak, ibu harus berjaga di kursi itu untuk menjaga kami jangn sampai keluar malam.

LASTRI
Kami harus pergi dengan diam-diam. Kalau tidak, kami tidak di bolehkan pergi selai pergi kesekolah.

NORA
Kami seperti di penjarakan di rumah ini pak. Tidak boleh bergaul di luar rumah, tidak boleh ikut kegiatan di luar sekolah.

IBU
Dan saya ibunya, harus berjaga tiap malam.

NORA
Dan bapak seenaknya main perempuan di night club.

AYAH            (Terperanjat)
kurang ajar!

POLISI
Apa benar pak?

AYAH
Saya sudah bosan tinggal di rumah ini.

IBU
Juga aku, ibu anak-anak, merasa tak sanggup di permainkan seperti murahan malam ini juga. Yah. Malam ini juga aku minta cerai, dan aku mau meninggalkan rumah mereka ini.

NORA
Aku mau ikut bu?

LASTARI
Akhirnya kita terpecah berkeping-keping. Tidakkah bias di beri jalan keluar yang baik?

IBU
Tidak bias. Aku minta cerai. Dan kau lastari, silahkan, mau ikut ibu mu atau ikut ayahmu yang jahanam itu?

POLISI
Begini saja, apakah bapak mau mengakui kesalahan bapak?..........

AYAH
Saya merasa bersalah. Dan saya minta maaf pada ibu, pada isteri dan pada nora.

POLISI
Nah, kalau begitu selesailah sudah. Kalian harus menerimanya. Kita sebagai umat beragama harus siap memaafkan kesalahan sesamanya. Lebih-lebih yang meminta maaf itu adalah dari kalangan keluarga. Tuhan maha pemurah, penyayang dan maha pemaaf. Ibu mau memaafkan suami ibu?

IBU
Hati ku panas seperti kena bara.

AYAH
Ibu, aku memang salah, maafkanlah bu…….lastri, nora, maafkanlah ayah.

POLISI
Nah. Untuk kelanjutan dari penyelesaian ini, saya serahkan saja kepada kalian. Inilah puncak dari sikap satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Keselamatan rumah tangga kalian ini, terletak pada kalian sendiri. Kuncinya adalah saling memaafkan. dan penyelesaian ini bukan tugas saya. Saya harus kembali ke pos penjagaan, selamat malam.

POLISI KELUAR

IBU (Fauze)
lastri….. nora …… kalian boleh pilih, ibu atau ayah yang kalian pilih, harus kalian dekati………….

FAUZE

NORA
Saya pilih ibu

MERANGKUL IBU

AYAH
dan aku? …………….…….

(Fauze)

kalau begitu, aku juga, ikut ibumu

MENDEKATI.

IBU (Menjauh Bersama Anak-Anak)
Engkau sudah ku maafkan.

NORA
Aku juga memaafkannya bu?

LASTRI
Semua kita memaafkannya.

AYAH
Terimalah kehadiran ku kembali. Aku bersumpah tidak akan berlaku kejam terhadap kalian. Apa saja kehendak kalian untuk semua kegiatan yang bertujuan baik akan ku ijinkan. Dan kesalahan ku kepada ibu, akan ku perbaiki, aku tidak akan melakukannya.

IBU
Kesalahan adalah kesalahan, dan dosa tetap dosa, sekali pun tuhan tetap memberi ampun. Juga kesalahan terhadap sesama. Aku memaafkannya. Tapi sebagai imbalannya, ayah kalian akan ku hukum sendiri di kamrnya selama enam bulan tahanan. Lastri, nora. Mari tidur.

SEMUANYA MASUK

AYAH (Tinggal Sendiri)
perempuan. Selalu mau menang sendiri. Kalau bukan perempuan, otak laki-laki ini tidak akan berputar, oh tuhan, kenapa kau mesti hadirkan perempuan di muka bumi ini?


SELESAI

Banjarmasin, 9 F

NASKAH MONOLOG

AENG
Putu Wijaya

 IA BERBARING DI LANTAI DENGAN KAKI NAIK KE KURSI. DI MEJA KECIL,  DEKAT KURSI, ADA BOTOL BIR KOSONG SEDANG DI LANTAI ADA PIRING SENG. MUKANYA DITANGKUP TOPI KAIN. DI KAMAR SEBELAH TERDENGAR SESEORANG MEMUKUL  DINDING BERKALI-KALI

Ya, siapa itu. Jangan ganggu, aku sedang tidur.
 GEDORAN KEMBALI BERTUBI
 Yaaaa! Siapaaa? Jangan ganggu aku sedang tidur .
 GEDORAN BERTAMBAH KERAS. ORANG ITU MENGANGKAT TUBUHNYA

Ya! Diam kamu kerbau! Sudah aku bilang, aku tidur. Masak aku tidak boleh tidur sebentar. Kapan lagi aku bisa tidur kalau tidak sekarang. Nah begitu. Diam-diam sajalah dulu. Tenangkan saja dulu kepalamu yang kacau itu. Hormati sedikit kemauan tetangga kamu ini
(BERBARING LAGI) Ya diam. Tenang seperti ini. Biar aku dengar hari bergeser mendekatiku dengan segala kebuasannya. Tiap detik sekarang kita berhitung. Aku kecap detak-detak waktu kenyang-kenyang, karena siapapun tak ada lagi yang bisa menahannya untukku. Bahkan Tuhan juga sudah menampikku. Sebentar lagi mereka akan datang dan menuntunku ke lapangan tembak. Mataku akan dibalut kain hitam dan sesudah itu seluruh hidupku jadi hitam. Aku akan terkulai di situ berlumuran darah. Jadi onggokan daging bekas. Sementara dunia terus berjalan dan kehidupan melenggang seperti tak kekurangan apa-apa tanpa aku. Sekarang kesempatanku yang terakhir untuk menunjuk arti. Mengisi kembali puluhan tahun di belakang yang sudah aku lompati dengan terlalu cepat. Apa yang bisa dilakukan dalam waktu pendek tetapi dahsyat? (MENGANGKAT TOPI DAN MELEMPARKANNYA KE ATAS) Ketika aku mulai melihat, yang pertama sekali aku lihat adalah kejahatan. Makku dihajar habis oleh suaminya yang kesetanan. Ketika pertama kali mendengar, yang kudengar adalah keserakahan. Para tetangga beramai-ramai memfitnah kami supaya terkubur. Ketika pertama kali berbuat yang aku lakukan adalah dosa. Kudorong anak itu ke tengah jalan dan sepedanya aku larikan. Sejak itu mereka namakan aku bajingan.  Mula-mula aku marah, karena nama itu diciptakan untuk membuangku. Tetapi kemudian ketika aku terbiasa memakainya, banyak orang mengaguminya.Mereka datang kepadaku hendak berguru. Aku dinobatkan jadi pahlawan. Sementara aku merasa amat kesepian ditinggal oleh dunia yang tak mau mengakuiku sebagai anaknya.
 SEEKOR KECOAK BERGERAK DI ATAS PIRING.
 Hee bandit kecil kau masih di situ? Kau mau mengucapkan selamat jalan kepadaku, atau hanya mau merampok ransumku seperti biasa? Kau tahu artinya dibuang? Kau bisa membayangkan bahwa sejumlah orang di sana merasa berhak menghapus seluruh dunia ini dari mata seorang manusia. Tidak, kau tidak tahu. Kamu hanya bisa makan dan berak. Berpikir bukan tugas kamu. (MENANGKAP) Sekarang kamu harus menjawab. Bagaimana rasanya terkurung disitu? Bagaimana rasanya diputus dari segalanya? Ketika ruang kamu dibatasi dan tak ada yang lain di sekitar kamu kecuali gelap, kamu akan mulai meronta. Kamu ingin diperhitungkan! Kenapa cuma orang lain yang dimanjakan! Dengar sobat kecil. Bagaimana kamu mampu meronta kalau kamu tahu akan sia-sia? Mereka dahului nasib kita, mereka lampaui rencana kita. Dia yang sekarang berdiri tuh jauh di sana dengan kaki menjuntai sampai mengusap kepalamu karena kasihan. Ya tapi cuma kasihan, tidak ada pembelaan, tidak ada tindakan apa-apa yang kongkrit. Mereka sudah begitu berkuasa!

(TIBA-TIBA BERTERIAK DAN MELEPASKAN) Gila. Kamu melawan? (KETAWA) Kamu menghasutku untuk melakukan melawan? (KETAWA) Tidak bisa.. Manusia bisa kamu lawan. Tapi dinding beku ini tidak. Mereka bukan manusia lagi. Itu sistem yang tak mengenal rasa. Tak ada gunanya kawan, tidak. (MEMBURU DAN MENGINJAK KECOAK ITU) kamu tidak berdaya. Kamu sudah habis (TERTEGUN)
MENOLEH KE TOPINYA TIBA-TIBA TERSENYUM RIANG) He, kamu ada di situ Nensi! Rupanya kamu yang dari tadi melotot di situ. Apa kabar?  Sedang apa kamu sekarang? Kenapa lipstik kamu belepotan? Ada hansip yang memperkosa kamu? Jangan diam saja seperti orang bego sayang. Ke mari. Masih ingat pada aku kan? MENUNDUKKAN BADANNYA, KEDUA TANGANNYA DI DEKAT TOPI ITU) Aku bukan orang yang dulu lagi. Kau pun tidak. Ketiak kita sudah ubanan. Tetapi kita pernah bersama-sama membuat sejarah dan itu tidak bisa hapuskan begitu saja. Sekeping dari diri kamu masih tetap dalam tubuhku dan bagian dari punyaku masih tersimpan pada kamu. Kita bisa berbohong tapi itu tidak menolong. MENYAMBAR TOPI) Mari sayang. Temani aku hari ini menghitung dosa. Berapa kali kamu aku tonjok, berapa kali aku elus, berapa kali aku sumpahi. Tetapi jangan lupa berapa kali aku berikan bahagia. Waktu kusedot bibirmu sampai bengkak. Waktu kita berjoget  (BERJOGET) diatas rel kereta. Waktu kubawa kamu naik ke puncak Monas, waktu kita nonton wayang di bawah jembatan. Tapi kenapa kemudian kau lari dengan bajingan itu. Sundal!! Lonthe! (BERHENTI BERDANSA) Aku masih ingat ketika menyambar parang dan menguber kamu di atas jembatan. Lalu kutebas lehermu yang panjang itu. Tidak , aku tidak menyesal. Aku tahu janin dalam perutmu juga ikut mampus. Tapi itu lebih baik. Biar kamu hanya menjadi milikku. Kamu mengerti (MENANGIS) Kamu tak pernah mengerti. Kamu tak pernah mencintaiku. Bahkan kematian tak menyebabkan kamu mengubah sikap bencimu. Kamu menang Nensi. Kamu mati tapi kamu menang. Sialan. Kok bisa.</P>
(MELIHAT MATAHARI NAIK KE JENDELA) He matahari kamu jangan ngece! Kamu jangan sombong. Kamu tak perlu tertawa melihat bajingan menangis. Apa salahnya? Air mata itu bukan tanda kelemahan tapi kehalusan jiwa. Kurang ajar terkekeh-kekeh ya! Kau tidak bisa naik melewati kepalaku. Bukan kau yang paling tinggi di sini. Aku tetap lebih tinggi dari kamu. Kamu tidak akan bisa melampauiku hari ini. (MENGAMBIL KURSI DAN MELOMPAT KE ATAS MEJA LALU NAIK KE ATAS KURSI)</B></I> Naiklah lebih tinggi lagi. Aku akan membumbung dan tetap yang paling tinggi selama-lamanya. Sampai aku sendiri turun dan menyerahkan tempat ini kepadamu. Besok aku akan mengembara mencari duniaku yang hilang. Tanpa teman, tanpa saudara, mencari sendirian sepanjang malam. Aku putari dunia, aku masuki lautan, aku reguk segala kesulitan, tapi pasti tak akan  aku temukan apa-apa. (MEMIKUL KURSI) Keatas pundakku berjatuhan segala beban.Semua orang melemparkan kutukan. Mereka bilang akulah biang keladi semuanya. Kalau ada anak yang mati, akulah yang membunuhnya. Kalau ada kebakaran, akulah pelakunya. Kalau ada perkosaan, akulah jahanamnya. Kalau ada pemberontakan, akulah biangnya. Tidak! Itu bohong! Harus dihentikan sekarang.
(MELOMPAT TURUN DENGAN KURSI DI PUNDAKNYA, BERJALAN MENGELILINGI RUANGAN) Di dalam ruangan ini aku menjadi manusia. Di dalam ruangan ini aku lahir kembali. Mataku terbuka dan melihat cinta di balik jendela. Melihat keindahan cahaya matahari dan bulan yang romantis malam hari. Aku ingin kembali mengulang sekali lagi apa yang sudah kujalani. Menjadi manusia biasa seperti kalian. Tapi Tuhan datang padaku tadi malam dan berbisik. Jangan Alimin. Jangan melangkah surut. Tetap jadi contoh yang jelas, supaya jangan kabur. Penjahat harus tetap jadi penjahat, supaya kejahatan jelas tidak kabur dengan kebaikan.Dunia sedang galau batas-batas sudah tak jelas. Tolonglah Aku, katanya. Kini diperlukan seorang penegas. Dan aku terpilih. Aku harus tetap di sini menegakkan kejahatan!
(MELETAKKAN KURSI) Aku bukan lagi anak kamu ibu. Aku telah dipilih mewakili zaman.  Menjadi contoh bromocorah. Kau harus bersukur ini kehormatan besar. Tak ada orang berani menjadi penjahat,  walaupun mereka melakukan kejahatan. Aku bukan penjahat biasa. Aku ini lambang. Kejahatan ini kulakukan demi menegakkan harmoni. Jadi sebenarnya aku bukan penjahat, tapi pahlawan yang pura-pura jahat. Aku tak peduli disebut bromocorah karena aku sadar itu tidak benar. Aku lakukan semuanya ini untuk negeri ini, meskipun tidak masuk ke dalam buku sejarah, karena tidak ada seorang penulis sejarah yang gila melihat kebenaran ini.
 (BERGERAK KE DEPAN MEJA) Yang Mulia Hakim yang saya hormati. Saya tak akan membela apa yang sudah saya lakukan. Saya justru ingin menjelaskannya. Bahwa memang benar saya yang melakukan segalanya itu. Hukumlah saya. Dua kali dari ancaman yang telah paduka sediakan. Wanita itu saya cabik lehernya, karena saya rasa itu yang paling tepat untuk dia. Kemudian harta bendanya saya rampas, karena kalau tidak dimanfaatkan akan mubazir. Saya lakukan itu dalam keadaan yang tenang. Pikiran saya waras. Tapi mengapa? Saya tak bisa menjawab, karena bukan itu persoalannya. Saya justru ingin menanyakan kepada Bapak dan kepada seluruh hadirin di sini. Mengapa seorang wanita yang tercabik lehernya mendapat perhatian yang begitu besar, sementara leher saya dan jutaan orang lain yang dicabik-cabik tak pernah diperhatikan. Apa arti kematian seorang pelacur ini dibandingkan dengan kematian kita semua beramai-ramai tanpa kita sadari? Di depan anda semua ini saya menuntut. Berikanlah saya hukuman yang pantas. Tetapi jangan lupa berikan juga hukuman kepada orang yang telah mencabik leher kami itu dengan setengah pantas saja. Karena saya cabik leher wanita itu harapan Anda semua akan teringat bahwa leher kamipun sudah dicabik-cabik dengan cara yang sama. Dan semoga ingatan itu diikuti pula pada hukuman yang bersangkutan. Kalau sudah begitu apapun yang dijatuhkan kepada saya, dua kali mati sekalipun akan saya jalani dengan rela. Kalau tidak.(MELIHAT SESEORANG DATANG) </B></I>O Bapak. Mari masuk pak. Silahkan, rumah saya sedang berantakan. Ada apa Pak. Tumben. Kelihatannya terburu-buru. Ada yang tak beres. O… soal yang kemarin. Sudah selesai. Sudah saya bereskan. Badannya saya potong tiga. Saya geletakkan dua potong dekat tong sampah. Yang sepotong lagi saya sembunyikan di rawa. Pasti akan ketemu, tapi biar ada kerepotan sedikit. Pokoknya beres. Bapak bawa untuk saya sisanya. Apa? Masak? Keliru? Tak mungkin. Tapi anak itu pakai anting-anting di sebelah kiri kan? Kanan? Apa bedanya. Kan Bapak bilang cuma pakai anting-anting, mungkin hari itu dia pakai di sebelah kiri supaya orang keliru. Tapi saya tahu itu dia. Hanya dia yang pakai baju seperti itu dan jalannya oleng sedikit. Belum sempat berpaling saya beri. Apa? Salah? Gila! Jadi itu siapa? Gila, anak pemain band itu. Ya,ya saya kenal. Bajingan. Dia kan orang baik.
(MELONCAT TURUN) Ya Tuhan, mengapa kamu tipu saya. Kenapa tak kamu bilang bukan itu orangnya. Keliru sih boleh saja. Tapi jangan anak itu.Bapaknya baik sekali. Ibunya juga selalu memberi nasehat. (MELIHAT KE DEPAN DENGAN PUTUS ASA)  Saya minta maaf. Bukan saya yang melakukannya, tapi setan. Apa alasan saya menggangu anak itu, saya justru banyak hutang budi. Dia sering memberi rokok dan membelikan minuman. Dia sering menegur saya di tempat orang banyak. Saya dikenalkannya kepada kawan-kawannya sebagai orang baik-baik. Dia teman saya. Tidak, itu bukan perbuatan saya, tapi orang lain yang memakai tubuh saya. Saya tak ikut bertanggung jawab. Apa? Ya saya tahu. Kesalahan tak mungkin diperbaiki dengan kata-kata. Jadi saya harus menebus? Ya sudah, biar lunas. Kalau begitu potong saja tangan saya ini.(MENYEMBUNYIKAN SATU TANGANNYA DALAM BAJU)
 (KEMUDIAN BERJALAN MASUK KE BAWAH MEJA) Aku sudah potong, masak belum lunas. Wajahnya selalu memburuku. Lalu buat apa aku potong kalau masih dikuntit. Orang keliru namanya. Masak terus saja diburu. (MENGANGKAT MEJA)</I> </B>Masak aku yang harus memikul ini sendirian. Mana itu mereka yang menyuruh, ini semua kan gara-gara mereka. Mengapa sekarang cuma aku yang menanggung buntutnya. Tangkap dong mereka jangan aku saja. Lama-lama begini aku tidak kuat ini, yang ditangkap mesti yang dosanya sedikit. Betul. Aku kan punya batas. Hentikan! (MENGELUARKAN TANGANNYA LAGI) Ya sudah, kalau begitu taj jadi saja. (MENARUH LAGI MEJA KE LANTAI) Kalau kamu bisa curang, saya juga bisa!
GEDORAN LAGI, ALIMIN TERJUNGKAL IA LALU MERANGKAK KE LUAR (JADI TUA) Bertahun-tahun aku alihkan makna kemerdekaan kedalam jiwaku. Pada hari ini aku bebas. Walaupun tubuhku masih dipatok di antara dinding jahanam itu, tapi jiwaku sudah bebas. Aku tak memerlukan kebebasan tubuh lagi karena jiwaku sudah merdeka. Tetapi pada saat itu mereka memberikan ampunan. Aku diseret lagi keluar untuk berlomba mereguk kebebasan jasmani. Aku tak siap. Aku seperti burung yang terlalu lama dalam sangkar. Aku tak bisa lagi terbang. Aku takut. Dunia ini tak kukenal lagi. Pada kesempatan pertama kugerogoti barang-barang di warung tetangga. Tetapi tak ada yang menangkapku. Hansip malahan ikut berbagi dan menunjukkan warung berikutnya. Dalam kesempatan lain, kuangkat belati ke leher seorang penumpang becak. Dari kantongnya keluar jutaan rupiah, yang dibalut kertas koran. Aku kira polisi akan mengejarku . Tetapi ternyata tidak ada yang tahu. Pada kesempatan ketiga kuperkosa seorang anak di pinggir kali. Dia menjerit-jerit dalam tindihanku, tapi tak ada yang menolong, hingga akhirnya kulepaskan karena jasmaniku tidak sanggup memperkosa. Karena putus asa aku gebuk orang di jalan. Mukanya berdarah. Tapi tak seorang juga yang menangkapku, aku malah diangkat jadi keamanan. Dan banyak orang berbaris jadi pengikutku. Apa yang harus aku lakukan. Nilai-nilai sudah jungkir-jungkiran. Aku tak paham lagi dunia ini. Aku jadi orang asing. Aku tak bisa lagi menikmati kemerdekaan. Bisa-bisa aku edan. Masukkan aku ke dalam penjara lagi, biar jiwaku bebas, di sana semuanya masih jelas mana hitam mana putih, di dalam kehidupan sekarang yang ada hanya ada kebingungan
(IA MERAIH BOTOL MINUMAN DAN MENEGAKNYA) Kalau sudah menderita orang jadi penyair. Kalau sudah kepepet oarang mulai menyanyi. Dan kalau ada yang hendak dirampok orang berdoa. Sekarang aku menari, karena  sudah putus asa. (MENARI) Badanku ringan.  Aku melambung ke angkasa. Dan Tuhan menyapaku dengan ramah. Bung Alimin hendak kemana kamu? Aku mau ke atas lebih tinggi. Tapi kamu tidak boleh lebih tinggi dari Syurga. Siapa bilang tidak, kalau aku mau aku bisa. Dan aku melenting lagi,  tapi terlalu tinggi, terlalu jauh (BERHENTI MENARI DAN TEGAK SEPERTI BIASA, LALU MELONCAT LAGI KE ATAS MEJA)  Aku terlontar jauh sekali, tinggi sekali melewati syurga ke dekat matahari. Tubuhku terbakar. Aku hangus dan hilang dalam semesta. Aku tidak ada lagi Aku bersatu dengan semesta. Aku menjadi Tuhan.
IA DUDUK DI BIBIR MEJA LALU MEROSOT, TERDUDUK SAMBIL MEMEGANG BIBIR MEJA MENGIKUTI BADANNYA. LALU IA MEMBUNGKUK DAN MENGANGKAT MEJA ITU KE ATAS PUNGGUNGNYA. IA ADA DI BAWAH MEJA.
Atau mungkin hanya hantu. Enak juga jadi hantu. Tidak kelihatan , tapi bisa melihat. Aku bisa masuk ke kamar mandi mengintip perempuan-perempuan jadi cabul kalau sendirian. Aku masuk ke dalam kamar tidur para Pemimpin dan melihat ia menjilati kaki istrinya seperti anjing. Aku masuk kedalam rumah-rumah ibadah dan melihat beberapa Pendeta main judi sambil menarik kain para pembantu. Tak ada orang yang bersih lagi. Sementara dogma-dogma makin keras ditiup dan aturan makin banyak dijejerkan untuk membatasi tingkah laku manusia, peradaban makin kotor. Ah, apa ini? Menjadi hantu hanya melihat kebrengsekan! Nggak enak ah!
(BERDIRI) Tak enak jadi hantu. Tidak enak jadi Tuhan. Lebih baik jadi batu. Diam, dingin dan keras. Tidak membutuhkan makan,perasaan dan bebas dari kematian. Aku mengkristal di sini menjadi saksi bisu bagaimana dunia menjadi tua. Pemimpin-pemimpin lahir, lalu berkhianat. Peperangan hanya mainan beberapa orang. Manusia menyusahkan dirinya dengan peradaban, teknologi menjadi buas. Tak satupun bersangkutan dengan kehadiranku.Tetapi tiba-tiba kulihat seorang anak kecil dikejar raksasa. Wajah anak itu mirip dengan wajahku waktu masih menyusu. Ia meronta-ronta minta pertolongan. Tapi tak ada orang lain kecuali aku, sebuah batu. Anak itu menjerit-jerit pilu. Tolooonggggg! Aku jadi terharu. Akhirnya aku tak bisa diam. Aku meloncat dan menghantam raksasa itu, mengingkari diriku. Raksasa itu mati. Tapi anak itu juga lari. Di mana-mana kemudian ia bercerita, bagaimana membunuh raksasa dengan tinjunya. Dan itulah aku. Kejahatanku yang terbesar adalah jatuh cinta pada diriku sendiri.
TERDENGAR BUNYI LONCENG SATU KALI
Selamat tinggal dinding bisu dengan semua suara yang kau simpan. Selamat tinggal jendela yang selalu memberiku matahari dan bulan. Selamat tinggal sobat kecil, yang selalu mencuri ransumku. Selamat tinggal sipir penjara yang marahnya tak habis-habis pada dunia. Dan selamat tinggal Karpo pembunuh yang tak akan keluar hidup dari penjara ini. Selamat tinggal segala yang kubenci dan kucintai. Inilah salam dari Alimin sahabat semua orang, yang sekarang harus pergi. Ingin kuulang semuanya, walaupun hanya sebentar. Tapi tak bisa. Janjiku sudah lunas. Sekarang aku berjalan dalam kebisuan yang abadi, untuk membeku bersama masa lalu.
IA PERLAHAN-LAHAN MELAYANG KE ATAS) Sekarang baru jelas, apa yang sudah aku lakukan, apa yang harus kulakukan, apa yang masih belum kulakukan. Tetapi semuanya sudah selesai. Dalam segala kekurangannya ini adalah karya yang sempurna. Aku mengagumi keindahanNya. Aku merasakan kehadiranNya. Aku memasuki tubuhNya sekarang. Selamat tinggal semuanya.
TERDENGAR BUNYI TEMBAKAN. IA TERSENTAK LALU NAMPAK KAKU, BEBERAPA SAAT KEMUDIAN IA MELOMPAT.</P>
Terima kasih atas perhatian saudara-saudara. Bertahun-tahun orang ini dihukum sampai ia tua dalam penjara. Mula-mula ia masih punya harapan akan ada pengadilan berikutnya . Tetapi ternyata putusan itu sudah final. Kemudian ia mengharapkan akan ada pengampunan. Tetapi itu juga sia-sia, karena banyak kasus lain yang mengubur nasibnya. Saudara-saudara kita memang terlalu cepat lupa. Akhirnya ia mencoba menunggu. Hampir saat ia di bebaskan, tiba-tiba seorang wartawan membuka kembali kasus itu. Bukti-bukti baru muncul. Dengan tak terduga, ia muncul sebagai orang yang tak bersalah. Tetapi sebelum pintu penjara dibuka kembali untuk memberinya kebebasan, orang yang malang  itu mati menggantung diri. Bukan karena putus asa. Tetapi sebagai protesnya mengapa keadilan memakai jam karet!!.
(DUDUK DI KURSI DAN MENJADI TUA) Omong kosong! Orang itu menggantung diri karena setelah lima puluh tahun dalam penjara, baru ia sadari segala tindakannya itu keliru. Bahkan ia yakin hukuman mati belum setimpal dengan dosa-dosanya. Lalu ia menghukum dirinya sendiri. Memang ada kasus kesalahan menghukum, tetapi itu kasus lain, jangan digado, ini bukan nasi campur!
 Harus dicampur supaya jelas kesalahannya!
Itu memutar balik soal!
Apa boleh buat tidak ada jalan lain!
Kamu subversiv!
Kejujuran kamu disalahgunakan!
Tolong!
Biar nyahok!
Tolongggggggg!
Mulut yang sudah kacau, pikiran yang sudah terlalu lentur, penghianatan yang sudah menjadi pandangan hidup harus diberantas! Sekarang juga!</P>
Tolonggggggggggg!!
IA MENCEKIK LEHERNYA SENDIRI LALU MENDORONG SAMPAI NYEROSOT DARI KURSI LALU BERBARING DENGAN KAKINYA DI ATAS KURSI. TERDENGAR SUARA GEDORAN BERTUBI-TUBI
Tolonggggggggggg!

 GEDORAN BERTUBI-TUBI.
Selesai

NASKAH MONOLOG

DUA CINTA
Karya N. RIANTIARNO
SAHABATNYA -- DUDUK DI DEKATNYA. SEPI. BURUNG-BURUNG BERSIAP TIDUR DI SARANG. PADA KENYATAANNYA: AS, ADALAH JUGA IS)
AS
Tidak. Tidak. Makin lama aku semakin yakin, nasibku jauh lebih baik dibanding nasibmu. Lihat seluruh wujud dirimu! Kamu nampak lebih tua. Padahal umur kita sebaya. Aku yakin batinmu menderita. Salah sendiri, kenapa kamu pilih Sis. Apa dia? Siapa? Apa hebatnya? Kaya? Luar biasa? Jenius? Nol besar. Cuma kantung nasi. Banyak sekali kekurangannya. Dia sama dengan kekurangan. Gampang bosan, dan waktu itu, lontang-lantung. Kantungnya selalu kosong. Bahkan dompet pun dia tak punya.
Sis parasit. Benalu bagi keluarganya. Dan aku tidak mau menikah dengan lelaki yang jelas-jelas kasih isyarat tak akan mampu bertanggungjawab. Sekali benalu, sulit diperbaiki. Masih begitu ‘kan dia sekarang? Aku tak percaya Sis sudi mengotori tangan, bekerja banting tulang demi keluarga. Sis bukan tipe seperti itu. Dia priyayi, menak, yang mengharapkan segala sesuatunya sudah tersedia di atas baki emas. Tinggal mengunyah seperti kerbau. Lebih gemar bermalas-malasan, tapi maunya selalu dihormati.
Sis memang ganteng. Arjuna. Rama. Banyak gadis tergila-gila. Mabok kepayang. Lupa diri, tidak peduli, asal bisa selalu dekat. Aku, kamu, Maria, Tuti, Meinar, Dewi, dan masih banyak lagi yang kena jerat kegantengannya. Tapi wajah ‘kan bisa berubah. Sekarang badannya pasti mulai gemuk. Perut buncit, rambut di kepala rontok, menipis, malah mungkin sudah botak dia. Berapa gigi yang copot? Sudah pakai gigi palsu? Jalannya? Kian lamban ‘kan? Pasti berbagai penyakit datang. Darah tinggi, gula, asam urat, rematik, jantung. Entah bagaimana dia di ranjang. Apa masih suka bikin kejutan, dan tiba-tiba menyerang? Atau, sudah tak mampu lagi dia?
(TERTAWA)
Jangan tersinggung. Jangan marah. Cuma bercanda. Kami belum pernah saling menyentuh. Mimpi-mimpi remaja cuma kusimpan dalam benak. Jeratmu ternyata jauh lebih ampuh. Sis menyerah, tak berkutik. Sejak itu dia tak mau lagi menengok gadis-gadis lain. Cuma kamu. Aku akui, itulah hari berkabung bagi kami semua. Hari ketika sumpah serapah meledak dan kamu dibenci banyak gadis. Nasib. Takdir. Pernikahan kalian. Sialan.
Mungkin takdir juga yang mempertemukan kita di sini. Tidak tahu, untuk apa kamu di sini. Tidak tahu juga mengapa aku ke mari. Tapi aku tahu, dulu kalian sering bercintaan di sini. Di bangku ini. Jangan salah sangka, aku tidak pernah mengintip. Cerita itu sudah jadi rahasia umum. Kami sering menggosipkannya dengan hati kesal dan cemburu.
Orang bilang, kalian paling suka diam berjam-jam sambil berpegangan tangan. Duduk rapat. Lalu dia memeluk kamu, membelai rambut kamu, menyentuh pipimu, kamu memejamkan mata dan dia mencium bibirmu. Lalu adegan seperti dalam film-film Barat kalian lakukan. Kamu sogok penjaga taman supaya kalian bisa bebas berbuat mesum, sepuasnya. Kamu jerat Sis di taman ini, dengan cara kasar, taktik murahan. Dan makin sering kamu rayu, semakin erat dia terjerat. Tak mungkin lagi bisa lepas.
(TERTAWA)
Ah, untuk apa cerita itu diulang lagi? Tidak ada gunanya. Berapa anakmu sekarang? Sepuluh? Limabelas? Berapa perempuan berapa lelaki? Mirip siapa wajah anak-anakmu? Sis? Kamu? Atau, kalian tidak ada anak sama sekali? Maaf jika dugaanku tadi salah. Harus kuakui, pasti karena cemburu. Mungkin kalian bahagia. Memang, seharusnya kita tetap bersahabat seperti dulu sebelum Sis jadi batu sandungan bagi hubungan kita. Seharusnya kita bisa melupakannya. Harus. Toh masa lalu tidak mungkin kembali. Mana mampu kita mengubah mundur jarum waktu? Mustahil.
Waktu undangan pernikahan kalian kami terima, jujur kuakui, seketika hati kami luka. Luka paling buruk. Tak ada darah mengucur, tapi sakitnya bukan alang kepalang. Kami merasa kalah, dikhianati, hancur. Kenapa justru kamu?
Ada yang meraung-raung. Marah. Menangis seminggu. Ada yang langsung pulang kampung karena putus-asa. Maria malah sudah siap-siap gantung diri. Untung ketahuan ibu asrama dan sempat dicegah. Tuti paling parah. Hampir saja otaknya tak bisa disembuhkan. Dia sempat dirawat di rumah sakit jiwa, dan sekarang jadi kembang rumah plesiran di Surabaya. Aku? Aku sakit panas dua bulan. Demam. Mengigau. Menganggap dunia sudah kiamat.
Heran. Siapa Sis? Mengapa begitu banyak gadis yang patah hati? Apa kelebihannya? Apa bedanya dengan pemuda-pemuda lain? Tapi, aku pun tahu, betapa besar pengaruh cintaku kepada Sis. Dulu, aku sering diganggu keinginan, mencari alamat kalian. Dan kalau sudah ketemu, ingin kubunuh dia. Kucacah-cacah tubuhnya. Kusebar di jalanan, biar jadi makanan anjing. Sudah dia jatuhkan putusan, menandatangani nasib jelek puluhan gadis yang tak berdosa. Apa dia berhak? Sinting. Edan. Setan. Sis tidak punya hak berbuat sekeji itu. Kami sengsara, serasa mati dalam hidup yang merana. Dia nyaman, enak, nikmat, hidup berumahtangga, punya anak, bahagia. Dia tidak peduli apa yang dialami gadis-gadis yang ditinggalkannya. Tidak peduli janji-janji asmara yang pernah dia ucapkan kepada kami. Tidak peduli.
Kamu pasti tahu, atau paling tidak, merasa, Sis punya hubungan dengan banyak gadis. Dia seperti lalat, menyebar telurnya sembarangan. Dan kami, yang sudah dia buahi, hidup seperti belatung, coba menggapai langit, sendirian, lalu mati begitu saja. Dia ungkap tipuan asmaranya kepada setiap gadis yang tak sadar sudah dibohongi berkali-kali. Bagai ular dia mengigit dan menyesapkan racun di jiwa kami. Kami kena racun cinta Sis. Celakanya, kami rela dipermainkan. Pasrah, percaya saja, dan masih terus menyimpan harapan, mungkin, pada suatu saat, cinta Sis akan datang. Sialan.
Sis mata keranjang, don yuan picisan. Pedagang cinta. Pencipta air mata. Mau menikah denganmu pasti ada maunya. Tapi, mungkin juga kamu yang terpandai memasang tali jerat. Bisa dipahami kalau Sis bertekuk-lutut.
Kamu bersiasat, menjebloskan Sis ke dalam suatu dilema sehingga dia terpaksa mengambil tanggungjawab itu. Ayo, Is, tidak perlu membantah. Semua tahu. Aku marah kalau kamu menyangkal. Cerita sudah beredar, gosip terlanjur menyebar. Seluruh kota tahu. Kamu sebar kabar, Sis-lah bapak anak yang tengah kamu kandung. Kamu tuntut supaya Sis segera menikahimu. Padahal apa nyatanya?
Tidak ada bayi dalam kandunganmu, tidak ada kehamilan. Tidak ada alasan untuk bertanggungjawab. Sialan. Sis bisa bebas. Tapi dia tetap memilihmu. Dan waktu Sis akhirnya berikrar di depan penghulu, kamu puas. Taktik kasar, tipuan basi, tapi harus diakui, di tanganmu, masih tetap ampuh.
Ah, sudahlah. Semua sudah sejarah. Dan nyatanya aku harus bersyukur karena tidak menikahi Sis. Belum tentu bisa kutemukan bahagia. Apalagi jika Sis tetap malas, pengangguran, dan lontang-lantung. Lalu bagaimana nasib anak-anakku? Harus rajin meminta bantuan kepada ayah-ibu dan saudara-saudaraku. Sampai kapan mereka bisa tahan? Lalu, kalau mereka sudah bosan dimintai tolong, kami akan mengemis di jalanan.
(SEJENAK HENING)
Mengapa diam saja? Mengapa tidak berterus terang? Aku buta keadaan kalian. Hanya bisa meraba-raba, menduga-duga. Apa betul kalian bahagia? Atau sengsara? Is, bicara! Apa? Bagaimana kondisi keuangan kalian? Sudah punya rumah sendiri? Atau masih kontrakan? Atau kalian menumpang di rumah saudara? Punya mobil? Telepon? Teve? Lemari es? Mesin cuci? Microwave? Punya kolam renang di halaman belakang rumah? Atau kalian cuma peminta-minta? Bicara! Is, bicara! Aku akan mendengarkan saja!
(MENUNGGU LAMA. TAK SEPATAH PUN JAWABAN)
Baiklah. Mungkin kamu enggan. Tidak apa. Aku rela cerita lebih dulu, dengan jujur. Tapi janji, sesudah aku, giliran kamu. Dan kamu juga harus cerita semuanya dengan jujur. Begitu? Baik. Aku mulai kisahnya.
Sesudah kalian menikah, dan aku sembuh, aku berkenalan dengan seorang pemuda. Anak tunggal konglomerat pemilik pabrik besar pengolahan batubara di Kalimantan, juga pemilik hotel-hotel bintang lima di Surabaya dan Jakarta. Kami bercintaan hanya beberapa bulan, kemudian aku dia lamar. Kuterima lamarannya. Hidup selanjutnya sudah bisa kamu tebak. Ya ‘kan? Dia pewaris usaha keluarga. Kami bahagia. Anak lima. Dua lelaki, tiga perempuan. Kini, aku punya semua yang diimpikan perempuan. Rumah besar dan mewah, dengan halaman luas di depan dan belakang. Kebun ditumbuhi rumput Swiss, palem, oliander, beringin, flamboyan, sawo dan agave. Ada kolam renang air dingin dan panas di halaman belakang. Hidup serasa di surga. Seperti raja dan ratu, apa saja yang diminta segera tersedia.
Sekarang ini kami sedang menjalani bulan madu kedua. Kami mengunjungi tempat-tempat yang pernah menjadi kenangan, bagiku dan bagi suamiku. Kami mengunjungi kota ini juga. Aku sengaja mendatangi taman ini, sementara suamiku menggelar pertemuan dengan para birokrat, membahas prospek masa depan kemajuan kota. Sungguh tidak terduga, aku bisa ketemu kamu di sini. Ini sungguh luar biasa. Is, itulah seluruh kisahku. Tidak banyak gejolak. Sederhana. Kisah hidup orang biasa yang bahagia. Sekarang giliran kamu. Apa saja yang terjadi sesudah kalian menikah?
(DIAM. TAK ADA JAWABAN)
Masa tidak mau bicara? Betul-betul enggan omong? Atau kamu bisu? Is. Is. Bicara! Omong! Is, kamu boleh tahu, antara kita sudah tidak ada ganjalan apa-apa lagi. Sumpah. Aku rela kamu menikahi Sis, karena aku sudah bahagia. Aku punya keluarga. Dengar Is, aku bahagia. Is, aku ba-ha-gi-a.
Aku samasekali tidak punya niatan mengganggu kamu. Aku tidak punya minat ketemu Sis, atau, barangkali kamu curiga aku akan mati-matian berusaha membujuk Sis dengan harta. Untuk apa? Rumahtanggamu, hak kamu, tidak boleh diganggu. Punyaku adalah milikku. Biarlah tetap seperti itu. Kita bersahabat lagi seperti dulu. Jika kamu punya kesulitan, aku pasti akan menolong. Aku mampu menolongmu. Aku kaya.
Is, kalimatku bisa kamu pahami ‘kan? Aku sudah cerita jujur. Sekarang giliranmu! Cerita saja apa adanya, jangan ditutup-tutupi. Hei, Is. Tidak ada gunanya bohong. Apalagi menyembunyikan kenyataan. Nanti malam aku janji ketemu kawan-kawan lama kita. Mereka pasti akan cerita juga tentang kamu. Tapi, terus terang, aku lebih suka mendengar dari mulutmu sendiri.
Is, ini tanganku. Kita salaman. Aku bersedia jadi sahabatmu kembali. Selalu bersedia. Bener. Tatap mataku. Hanya ada cahaya kejujuran. Kata-kataku keluar dari nurani, dari lubuk hati yang paling dalam. Aku tulus. Sumpah.
(MENGULURKAN TANGAN. DALAM BAYANGAN AS, IS DIAM SAJA DAN SAMASEKALI TIDAK MENYAMBUT ULURAN TANGAN AS)
Mengapa? Sumpahku masih kamu ragukan? Kalau begitu, bilang, apa yang harus kulakukan supaya keraguanmu hilang. Tidak boleh curiga begitu. Apa alasannya? Tidak patut mencurigai sahabat sendiri. Aku sahabatmu ‘kan?
(KEMARAHAN AS MELUAP, MERASA DIREMEHKAN)
Bagus. Niat baikku tidak kamu sambut. Tanggapanmu dingin. Respons nol. Kamu hina aku. Mengapa? Apa Sis sudah cerita tentang aku, sehingga kamu masih tetap cemburu? Bilang apa dia tentang aku? Apa saja upayanya agar kamu terus mendendam dan membenci aku? Dia mengoceh, hubungannya dengan aku sudah sedemikian dalam? Seharusnya bukan kamu yang dia nikahi tapi aku? Dia cerita, pelayanan cintaku jauh lebih istimewa dibanding kamu? Itu kenyataan. Aku selalu berhasil membikin puas hajat asmaranya. Dia selalu bilang begitu. Dia mengoceh apa saja Is? Mengoceh apa saja? Iiis!
Tidak bisakah kita akhiri cerita lama kita? Cerita usang tentang cinta yang cuma bikin luka? Tidak bisakah kita tetap bersahabat, karena usia semakin tua? Luka lama kita hanya akan menggerogoti usia. Kita akan kelihatan jauh lebih tua dibanding usia yang sebenarnya. Dan itu sangat mengerikan.
Tapi, baiklah. Kalau kamu tidak mau omong, aku yang akan berterusterang. Kukira, tadinya aku mampu menyimpan semua rahasia, sanggup menahan semua yang kurasa. Nyatanya tidak. Aku tidak sanggup lagi.
Tadinya, kukira cerita tentang aku dan Sis akan kubawa mati sehingga tidak akan ada yang tahu, kecuali Sis dan aku. Tapi, Is, kamu sudah memaksaku. Kamu berhasil mendorongku ke sudut. Tak ada jalan lain. Aku harus cerita!
Sebelum Sis berhubungan dengan kamu, dia sudah intim denganku. Kami seperti suami isteri. Dan pernikahan kalian yang begitu tiba-tiba, aku rasakan seperti geledek di siang hari yang menyambar kepala. Aku hancur berkeping-keping. Masa depan habis. Aku edan, gila, sinting, hilang pegangan. Itulah hari kiamat bagiku. Cerita tentang Meinar, Tuti, Maria, hanya karanganku belaka. Gabungan penderitaan mereka bertiga, pada kenyataannya adalah gambaran dari seluruh penderitaanku.
Aku pergi ke kota lain, dengan benih Sis di perutku. Sial. Nasib sedang mempermainkan. Anakku, anak Sis lahir. Tapi cuma beberapa jam saja dia menangis. Tuhan mengambilnya kembali. Aku semakin habis. Tidak punya apa-apa lagi. Aku seperti Klara Zakanasian remaja, yang pergi dari Kota Gula dengan benih Sang Pacar dalam kandungannya. Dan anakku juga akhirnya mati seperti nasib anak Klara Zakanasian remaja. Mati.
Lalu nasib menjebloskan aku ke dalam got yang bau dan bacin. Busuk sekali. Tapi tidak bisa ditolak. Aku harus hidup, bangkit. Aku harus membuktikan kepada Sis dan kamu; ini aku, tidak goyah dan bertahan. Aku tidak sudi kalian remehkan. Aku harus kuat. Harus perkasa, dan seperti Nyonya Klara Zakanasian, aku harus datang lagi kepada kalian, untuk membalas dendam.
Aku benci kalian. Karena kalian aku jadi bola sepak nasib. Aku singgah dalam pelukan banyak lelaki. Ganti-berganti. Seperti Klara Zakanasian. Aku jadi pelacur, karena dunia menolakku. Segala kebahagiaan yang kuceritakan tadi, cuma khayal. Aku tidak punya apa-apa, kecuali segala yang busuk. Itulah bedanya antara aku dan Klara Zakanasian. Aku miskin, dia mahakaya.
Kalau mampu, ingin kuhancurkan kebahagiaan kalian. Ingin kubunuh kamu dan Sis, berkali-kali. Ingin kuhancurkan semua yang bisa membuat kalian bahagia. Kamu dan Sis sudah merampok masa depanku, mencuri apa yang seharusnya jadi milikku. Aku tidak akan pernah bisa melupakan kalian. Setiap kali bercermin, cuma kalian yang kulihat. Setiap kali merenung, cuma bayangan kalian yang muncul. Setiap kali menuju tidur nyenyak, kalian mendadak muncul dalam mimpi, membikin aku terbangun dan berteriak penuh amarah. Bagaimana bisa bayang-bayang kalian begitu melekat dalam benakku? Kenangan tentang kalian tak bisa dibuang begitu saja. Bayangan kalian jadi pengganggu nomor satu dalam kehidupanku. Aku benci! Benci!
(MERAUNG. BERLARI PERGI. SUARA TERIAKNYA BERGEMA, MENGAGETKAN BURUNG-BURUNG. SEJENAK KEMUDIAN BERANGSUR LENYAP. SEPI KEMBALI)
(MUSIK DARI RADIO, MENDAYU-DAYU, ANTARA TERDENGAR DAN TIDAK)
SIAPA LEBIH KUAT; LAUT ATAU DARATAN?
SIAPA LEBIH TEGAR; BUMI ATAU OMBAK LAUTAN?
MANA LEBIH TEPAT, SATU DARI DUA UNGKAPAN:
OMBAK BERGULUNG LALU MENCIUM DARATAN,
ATAU DARATAN MEMELUK ERAT OMBAK LAUTAN?
SEGALANYA BISA MEMATOK KESIMPULAN TAK SAMA
APALAGI JIKA DILIHAT DARI SISI YANG BERBEDA
JADI SIAPA LEBIH KUAT; KAMU ATAU DIA?
(DAN AS, SESUNGGUHNYA TIDAK PERGI. DIA HANYA DUDUK DI TEMPAT IS, YANG HADIR DALAM BAYANGAN. SEBAGAI IS, DIA BANGKIT PERLAHAN. MENATAP JAUH. MALAM SUDAH JATUH. BINTANG-BINTANG BERKEDIPAN DI LANGIT NUN JAUH. AS, ATAU IS, TETAP BEKU. SUARA HATINYA BERGEMA)
Mulutku terkunci. Memang. Aku tak tahu harus memulai dari mana. As tidak tahu, perkawinanku dengan Sis hanya sanggup bertahan tujuh bulan saja. Sis ternyata sudah pernah menikah dan punya dua anak. Dan pada malam wanita itu memberitahuku, Sis pergi, begitu saja.
Sejak itu aku tak pernah tahu di mana dia berada. Apa sekarang Sis masih hidup atau sudah mati, aku pun tak tahu. Apa dia juga tetap berhasil menjual kebohongan serupa kepada wanita lain? Atau malah sebaliknya? Siapa yang tahu? Bagiku, Sis sudah lama mati.
Apa cerita itu harus kubeberkan kepada As? Apa gunanya? Apa gunanya ...
(IS, ATAU AS, DUDUK TERMANGU DI BANGKU TAMAN. SEPI SEMAKIN MENJADI. TAK ADA LAGI SUARA BURUNG. JALANAN DEKAT TAMAN PUN SEAKAN MATI. MUNGKIN, HINGGA KINI, AS ATAU IS, TETAP DUDUK DI BANGKU TAMAN ITU. MERENUNG. MENUNGGU. TAPI APA YANG DITUNGGU?)

CAHAYA PADAM
MONOLOG SELESAI.

Translate

Blog Archive

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Blogger Tricks

Blogger Themes

Featured Video

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers